LPPSLH - Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup

Sharing Pengalaman LPPSLH Dalam Pendampingan Petani dan Pemberdayaan Gula Kelapa

30d9bc09-3065-4486-bb19-e72bebe02f40

Sharing Pengalaman LPPSLH Dalam Pendampingan Petani dan Pemberdayaan Gula Kelapa – Dalam rangka meningkatkan pemberdayaan petani penderes dan kuantitas produk gula kelapa bersertifikat organik, serta peningkatan daya saing petani penderes di Kabupaten Banyumas. Hari ini, 23 Februari 2017, LPPSLH diwakili oleh Tri Hadiyanto dan Bagus, melakukan presentasi di BAPPEDALITBANG Kabupaten Banyumas. Adapun dalam hal ini LPPSLH berbicara mengenai pengalaman pendampingan dan pemberdayaan gula kelapa yang sudah dilakukan oleh LPPSLH selama lebih dari 10 tahun.

Sharing Pengalaman LPPSLH Dalam Pendampingan Petani dan Pemberdayaan Gula Kelapa

Diwakili oleh Tri Hadiyanto dan Bagus, LPPSLH menyampaikan bagaimana pengalaman yang pernah dijalani dalam proses pendampingan gula kelapa

Mimpi itu serasa sulit terwujud salah satu sebabnya karena para pengrajin gula kelapa tidak mempunyai teman. Dalam upaya mewujudkan mimpinya dan tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah yang menjadi hak mereka sebagai warga negara yakni mendapatkan kesejahteraan.

Sharing Pengalaman LPPSLH Dalam Pendampingan Petani dan Pemberdayaan Gula Kelapa. Berpijak pada hal itulah, LPPSLH merasa tergelitik untuk menjadi bagian dari sebuah upaya perubahan di masyarakat. Berbekal nurani dan pengetahuan akan kerja kemasyarakatan maka di tahun 1993, LPPSLH memulai kerjanya dalam menggarap sektor gula kelapa. Pengalaman LPPSLH dalam bidang pemberdayaan gula kelapa hingga kini memang sudah cukup mumpuni, namun proses belajar tetaplah hal yang utama. Kita masih dapat mengingat bagaimana pada awal-awal LPPSLH bergerak, saat para pegiatnya melakukan pendekatan kepada para pelaku usaha gula kelapa ini dengan melakukan pendidikan dan pelatihan kepada para pelaku usaha. Model pendekatan yang dilakukan dengan cara melatih para pelaku usaha untuk merubah perilakunya yakni memberlakukan usaha ini sebagai usaha makanan. Pada prosesnya upaya ini relatif sulit dilakukan, karena usaha gula kelapa bukanlah usaha yang menjanjikan. LPPSLH kemudian memutar otaknya untuk menemukan strategi baru. Salah satunya dengan mengupayakan agar pendapatan para pelaku usaha ini meningkat. Dan temuanya adalah dengan cara memotong rantai pasar gula kelapa.

Model pemotongan rantai pasar merupakan pendekatan yang lazim dilakukan di era tahun 1980 sampai dengan akhir tahun 1990-an. Dengan memotong rantai pasar ini diharapkan pelaku usaha mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena mereka dapat langsung berhubungan dengan pembeli. Upaya ini dilakukan dengan tidak melibatkan pengepul terdekat dengan lokasi dan menciptakan kelompok sebagai pengganti pengepul. Namun sayang, alih-alih mendapatkan keuntungan justru para pelaku usaha mendapatkan “boikot” dari pengepul karena mereka telah terikat ijon. Maka pada saat model ini diterapkan banyak pelaku usaha gula kelapa yang limbung karena mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi harian yang biasanya dapat terpenuhi oleh “kebaikan” dari pengepul.

Pengalaman LPPSLH Dalam Pendampingan Petani dan Pemberdayaan Gula Kelapa. Selain itu, para pegiat di LPPSLH juga mengalami kesulitan masuk ke wilayah karena seringkali mereka juga mendapatkan intimidasi dari para pengepul. Bahkan ada satu kejadian di mana pegiat LPPSLH dihadang oleh pengepul dan diancam akan dibunuh jika masih mendampingi para pelaku usaha yang terpinggirkan ini. Seiring dengan perjalanan waktu dan berbekal dari pengalaman melakukan pendampingan. Pada tahun 2008, LPPSLH bersama dengan HIVOS menemukan jalan baru melalu pemetaan terhadap persoalan mendasar dari pelaku usaha ini.

Pengawalan proses perubahan tersebut diperlukan kelembagaan petani gula kelapa yang kuat dan mampu merespon setiap dinamika di wilayah sasaran. Kelembagaan petani memiliki peran yang sangat strategis untuk melakukan perubahan, dimana kelembagaan tersebut terlibat langsung dalam proses-proses perubahan. Pada awalnya kelembagaan dibangun di tingkat desa melalui pembangunan kelompok. Penguatan kelompok dilakukan secara terus-menerus untuk mendukung perubahan-perubahan yang sifatnya lokal desa. Pada akhir 2011 telah terbentuk koperasi gula kelapa dan sudah berbadan hukum. Melalui koperasi ini harapannya dapat mengawal proses perubahan yang terus terjadi yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan petani gula kelapa. Kegiatan yang telah dilakukan dan terus berjalan sampai saat ini antara lain perdagangan gula kelapa, simpan pinjam dan asuransi komunitas. Melalui perdagangan gula harapannya kelembagaan koperasi memiliki posisi tawar terhadap pelaku pasar dan mampu menyusun harga dasar sesuai dengan kebutuhan petani gula kelapa seperti penguatan permodalan pengembangan usaha petani dan jaminan kesehatan bagi petani.

Pengalaman LPPSLH Dalam Pendampingan Petani dan Pemberdayaan Gula Kelapa. Pelajaran menarik dari perjalanan dan dampak program penguatan petani gula kelapa di Banyumas telah menjadi daya tarik bagi kabupaten lain. Bagaimana proses menjalankan pelaksanaan programnya. Sharing Pengalaman LPPSLH Dalam Pendampingan Petani dan Pemberdayaan Gula Kelapa. Hal ini telah mendapatkan respon untuk melakukan pengembangan program di wilayah kabupaten lain seperti Kabupaten Brebes, Pekalongan, Kendal, Cilacap, Purbalingga dan Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Panajam Paser Utara Propinsi Kalimantan Timur. Itulah sekilas bagaimana kerja merangkak dan merambat ini dikerjakan hingga kemudian LPPSLH mempunyai brand sebagai pendamping pelaku usaha gula kelapa yang cukup tersohor. Dan gula kelapa benar-benar terasa manis bagi kehidupan para pelaku usahanya.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Informasi Lainnya