LPPSLH - Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup

KEBIJAKAN IRIGASI DI INDONESIA

Titik tolak kebijakan pemerintah mengenai pengembangan dan pengelolaan irigasi dimulai sejak era “Revolusi Hijau”

Kondisi kekurangan atau ‘kelangkaan’ air irigasi disebabkan oleh berbagai faktor, yang kemudian mendorong timbulnya berbagai permasalahan di dalam kehidupan masyarakat, khususnya petani. Faktor kondisi alam, fisik irigasi, dan kelembagaan adalah faktor-faktor yang secara bersama dan saling berkaitan memainkan peran besar dalam menciptakan permasalahan tersebut. Bila ditelusuri, semua faktor itu menuju pada titik yang sama, yaitu kebijakan pemerintah.

Harus diakui, berbagai kebijakan pemerintah memang belum mampu menyelesaikan semua masalah yang ada. Untuk dapat memahami kebijakan pemerintah yang ada saat ini mengenai irigasi, kita perlu sedikit memahami jejak rekam kebijakan irigasi yang terdahulu. Titik tolak kebijakan pemerintah mengenai pengembangan dan pengelolaan irigasi dimulai sejak era “Revolusi Hijau”. Pada masa tersebut pemerintah melakukan pembangunan irigasi, dan transmigrasi secara besar-besaran baik di pulau Jawa dan beberapa daerah lainnya di Luar Jawa seperti Sumatera dan Sulawesi. Kebijakan pembangunan dan pengelolaan irigasi secara besar-besaran merupakan upaya untuk mendukung program intensifikasi pertanian yang dicanangkan guna mendukung cita-cita meraih swasembada pangan.

Namun demikian pada periode tersebut, kebijakan yang dimunculkan berdasarkan administrasi pemerintahan yang terpusat, yang disebabkan karena kemampuan teknis yang terbatas. Pada periode ini, petani hanya menjadi “objek” dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan irigasi, akibatnya. Akibatnya kapasitas petani dalam mengelola irigasi juga masih sangat lemah. Pada akhir tahun 1980 sampai dengan tahun 1990 pengelolaan sumber daya air dilaksanakan dengan pendekatan suplai (supply driven approach) mengakibatkan terabaikannya pemeliharaan prasarana sumber daya air serta pemanfaatan sumber daya yang tidak berwawasan lingkungan. Pendekatan ini mengakibatkan banyaknya sarana fisik irigasi yang terbengkalai serta rusaknya kawasan hulu berfungsi sebagai daerah resapan air. Masalah minimnya kapasitas petani dalam mengelola irigasi juga masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah.

Sejalan dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah tentang irigasi, yang semula didasarkan pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi, yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, maka pola penangangan irigasi berubah dari pola penyerahan kewenangan irigasi dalam Pembaharuan Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi (PKPI) menjadi pola Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP). Undang-Undang UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air diberlakukan sebagai landasan hukum bagi pengelolaan sumberdaya air. Undang-undang tersebut diharapkan dapat melindungi dan menjamin akses masyarakat terutama masyarakat miskin terhadap air bersih dengan memperhatikan pemanfaatan secara seimbang. Ini adalah titik balik perubahan paradigma kebijakan pengelolaan irigasi di Indonesia.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Informasi Lainnya