Hai Sobat Berdaya, Saya Mitha Nurhikmah, Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman. Tujuan saya mengikuti program magang di LPPSLH ialah mencari pengalaman kerja di dunia LSM, dan tentunya mendapatkan relasi rekan kerja di LPPSLH. Berikut cerita pengalaman magang selama di LPPSLH.
LPPSLH singkatan dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lingkungan Hidup. LPPSLH memiliki 3 program utama diantaranya; program perkotaan, program perdesaan dan program R&D.
Masa awal magang, Saya dan kawan-kawan magang lainnya untuk survey ke Desa Pasinggangan, Banyumas. Sebelumnya LPPSLH sendiri tengah menjalankan proyek sertifkasi lahan organik gula kristal. Tujuan program ini yaitu untuk memperoleh sertifikasi lahan organik dan produk gula kristalnya dapat dieksport ke luar negeri. Selama di Desa Pasinggangan kami melakukan kegiatan Assesment yang didampingi oleh tim ICS (internal control system) selaku tim lapangan. Kegiatan assessment ini dimulai dari ceklis persyaratan yang meliputi kriteria lahan organik, bahan pembuatan gula yang organik, dapur dan alat memasak gula juga harus bersifat organik. Apabila petani memenuhi persyaratan diatas, maka selanjutnya melakukan pendataan petani dan memotivasi petani supaya terus berproduksi gula kristal dengan baik. Proyek sertifikasi lahan organik tentu sangat berguna bagi petani gula kelapa. Karena dengan adanya sertifikasi lahan organik, para petani gula kelapa dapat menjual barang produksi sampai ke luar negeri secara legal dan berbadan hukum. Disamping itu, keutamaan pada gula Kristal ada pada harga yang jauh lebih tinggi dibanding dengan gula cetak. Harga gula Kristal per kg sekitar Rp. 18.000 sedangkan gula kelapa sekitar 14.000 per kg. Dengan harga yang lebih tinggi, tentu pada proses pembuatannya pun memakan waktu yang sedikit lebih lama, karena pada gula Kristal, setelah gula jadi perlu melakukan proses pengguseran untuk menghaluskan gula yang kemudian berubah bentuk bubuk dan bertekstur halus. Proses ini-lah yang masih menjadi kendala bagi petani gula kelapa cetak, karena menganggap proses pembuatannya terbilang ribet juga mengharuskan semua alat dan bahannya itu ialah organik. Sehingga tidak sedikit pula, petani gula yang enggan merubah produksi gula cetak menjadi gula Kristal. Untuk proyek sertifikasi lahan organik ini di dalam NGO LPPSLH dikategorikan kedalam program pedesaan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat desa.
Sementara pada program Perkotaan terdapat proyek yang sedang dijalankan ialah pencegahan HIV/AIDS di Banyumas. Dengan kelompok sasaran waria, WPS (wanita Pekerja Seks), LSL (Laki-laki seks laki-laki) dan PENASUN (Pengguna Narkoba Jarum Suntik). Kelompok diatas disebut rentan karena beresiko tinggi terhadap penularan HIV. Kami (anak magang) menjadi bagian volunteer yang didampingi oleh PL (Penjangkau Lapangan) selama kegiatan lapangan. Dari sana, kami memperoleh informasi terkait penyebaran HIV/AIDS di Banyumas, dan kami juga mengikuti kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh LPPSLH dan bekerjasama dengan Puskesmas Purbalingga, Sumpiuh, Baturraden dan sekitarnya. Kegiatan rutin tersebut ialah VCT (Voluntary Conseling and Testing) berupa tes HIV/AIDS yang dilaksanakan setiap 1 bulan sekali. Bagi pelaku yang sudah dinyatakan positif HIV disarankan untuk meminum ARV sebagai bentuk pengobatan dini sebelum bertambah parah menjadi AIDS.
Hai Sobat Berdaya, Saya Mitha Nurhikmah, Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman. Tujuan saya mengikuti program magang di LPPSLH ialah mencari pengalaman kerja di dunia LSM, dan tentunya mendapatkan relasi rekan kerja di LPPSLH. Berikut cerita pengalaman magang selama di LPPSLH.
LPPSLH singkatan dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lingkungan Hidup. LPPSLH memiliki 3 program utama diantaranya; program perkotaan, program perdesaan dan program R&D.
Masa awal magang, Saya dan kawan-kawan magang lainnya untuk survey ke Desa Pasinggangan, Banyumas. Sebelumnya LPPSLH sendiri tengah menjalankan proyek sertifkasi lahan organik gula kristal. Tujuan program ini yaitu untuk memperoleh sertifikasi lahan organik dan produk gula kristalnya dapat dieksport ke luar negeri. Selama di Desa Pasinggangan kami melakukan kegiatan Assesment yang didampingi oleh tim ICS (internal control system) selaku tim lapangan. Kegiatan assessment ini dimulai dari ceklis persyaratan yang meliputi kriteria lahan organik, bahan pembuatan gula yang organik, dapur dan alat memasak gula juga harus bersifat organik. Apabila petani memenuhi persyaratan diatas, maka selanjutnya melakukan pendataan petani dan memotivasi petani supaya terus berproduksi gula kristal dengan baik. Proyek sertifikasi lahan organik tentu sangat berguna bagi petani gula kelapa. Karena dengan adanya sertifikasi lahan organik, para petani gula kelapa dapat menjual barang produksi sampai ke luar negeri secara legal dan berbadan hukum.
Disamping itu, keutamaan pada gula Kristal ada pada harga yang jauh lebih tinggi dibanding dengan gula cetak. Harga gula Kristal per kg sekitar Rp. 18.000 sedangkan gula kelapa sekitar 14.000 per kg. Dengan harga yang lebih tinggi, tentu pada proses pembuatannya pun memakan waktu yang sedikit lebih lama, karena pada gula Kristal, setelah gula jadi perlu melakukan proses pengguseran untuk menghaluskan gula yang kemudian berubah bentuk bubuk dan bertekstur halus. Proses ini-lah yang masih menjadi kendala bagi petani gula kelapa cetak, karena menganggap proses pembuatannya terbilang ribet juga mengharuskan semua alat dan bahannya itu ialah organik. Sehingga tidak sedikit pula, petani gula yang enggan merubah produksi gula cetak menjadi gula Kristal. Untuk proyek sertifikasi lahan organik ini di dalam NGO LPPSLH dikategorikan kedalam program pedesaan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat desa.
Sementara pada program Perkotaan terdapat proyek yang sedang dijalankan ialah pencegahan HIV/AIDS di Banyumas. Dengan kelompok sasaran waria, WPS (wanita Pekerja Seks), LSL (Laki-laki seks laki-laki) dan PENASUN (Pengguna Narkoba Jarum Suntik). Kelompok diatas disebut rentan karena beresiko tinggi terhadap penularan HIV. Kami (anak magang) menjadi bagian volunteer yang didampingi oleh PL (Penjangkau Lapangan) selama kegiatan lapangan. Dari sana, kami memperoleh informasi terkait penyebaran HIV/AIDS di Banyumas, dan kami juga mengikuti kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh LPPSLH dan bekerjasama dengan Puskesmas Purbalingga, Sumpiuh, Baturraden dan sekitarnya. Kegiatan rutin tersebut ialah VCT (Voluntary Conseling and Testing) berupa tes HIV/AIDS yang dilaksanakan setiap 1 bulan sekali. Bagi pelaku yang sudah dinyatakan positif HIV disarankan untuk meminum ARV sebagai bentuk pengobatan dini sebelum bertambah parah menjadi AIDS.
Selain program diatas, ada kegiatan tambahan yang saya ikuti selama saya magang di LPPSLH. Saya berkesempatan untuk mengunjungi Lapas di Nusakambangan. Sesuai dengan tugas utama LSM yaitu melakukan pemberdayaan kepada masyarakat. LPPSLH juga melakukan pemberdayaan kepada para napidana untuk berternak sapi. Kegiatan ini bertujuan sebagai bentuk pelatihan kerja yang dapat diterapkan setelah kembali ke kampung halaman.
Kegiatan tambahan lain yaitu belajar reforma agraria dengan Mbah Sugeng di Cipari. Reforma agraria tidak lepas dari perebutan hak tanah masyarakat lokal dengan pemerintah dan pihak swasta. Mbah Sugeng membawa kami ke Desa Cikuya yang telah berhasil merebut kembali hak tanahnya. Disana kami meperoleh banyak infromasi mulai dari pembuatan pengaduan, proposal, konsolidasi, pergerakan kelompok tani, audiensi sampai menang meraih hak tanah tersebut. Darisana juga saya belajar untuk dapat memperjuangkan hak saya sebagai warga Negara dan menjaga warisan yang telah diamanatkan oleh nenek moyang terdahulu.
Sekian cerita singkat dari saya, banyak sekali manfaat yang bisa saya peroleh selama saya magang di LPPSLH. Semoga kedepannya LPPSLH menjadi lebih maju dan massif dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. Sukses selalu buat LPPSLH.