Program Pendidikan Kemasyarakatan Responsif Gender

Pendidikan Kemasyarakatan Responsif Gender

Menurut Bappeda Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Blora merupakan satu dari empat kabupaten termiskin di Jawa Tengah. Dengan kondisi geografis berupa hamparan hutan jati dan perbukitan kapur, kabupaten ini juga tercatat memiliki angka urbanisasi yang cukup tinggi. Bahkan beberapa desa di Kecamatan Randublatung, mobilisasi penduduk Blora ke luar pulau Jawa sangat lumrah pada tahun 1980-an. Konon program transmigrasi yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, khususnya petani lahan kering. Menurut penuturan seorang mantan transmigran, pemerintah menjanjikan lahan garapan yang cukup luas di lokasi transmigrasi bagi setiap kepala keluarga. Tidak ada informasi tentang realitas sanitasi buruk dan wabah malaria yang harus mereka hadapi hingga enam bulan pertama. Tidak ada lahan yang siap digarap oleh para transmigran, kecuali lahan gambut dan rumah panggung yang nyaris tenggelam oleh pasang surut air rawa.
Kondisi sosial ekonomi para mantan transmigran yang kembali ke kampung halaman, tiga puluh tahun silam, belum banyak berubah. Secara garis besar, realitas kemiskinan masih tergambar jelas pada masyarakat hutan jati di sekitar Randublatung, indikatornya saja yang berubah. Sebut saja Tlogotuwung. Desa miskin berpenduduk sekitar 1.100 jiwa ini merupakan prioritas Bappeda Provinsi Jawa Tengah dalam Program Bali Desa Bangun Desa (BDBD) pada 2010 silam. Program Pendidikan Kemasyarakatan Responsif Gender merupakan satu dari sekian banyak program pengentasan kemiskinan yang terintegrasi dalam BDBD. Leading sector program berperspektif gender tersebut adalah Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi Jawa Tengah.

Serial Pelatihan, model kegiatan Program Pendidikan Kemasyarakatan Responsif Gender

Serial Pelatihan, model kegiatan Program Pendidikan Kemasyarakatan Responsif Gender

Tahun 2014 ini merupakan tahun ke-5 pelaksanaan program, dimana setiap tahun kegiatan memiliki target capaian yang berbeda. Dengan model kegiatan berupa serial pelatihan, Program Pendidikan Kemasyarakatan Responsif Gender ini lebih dikenal pemerintah sebagai Program Pendidikan Kritis Perempuan. Berangkat dari penguatan kapasitas perempuan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan tingkat desa, secara kualitatif program ini cukup signifikan dalam merubah cara pandang pesertanya. Hingga pada tahun ke-3 pelaksanaan program, para peserta yang tergabung dalam kelompok perempuan, semakin menguat pemahamannya tentang dinamika politik desa. Bukan hanya menjadi penonton, kini peran kelompok Perempuan Mandiri Tlogotuwung (PERMAT) telah mampu menjadi penyeimbang kekuatan pemerintah desa.
Program Pendidikan Kemasyarakatan Responsif Gender tidak hanya merubah cara pandang kelompok perempuan, tetapi juga telah berkontribusi pada penguatan ekonomi perempuan secara kongkrit. Melalui inisiasi Lembaga Keuangan Perempuan (LKP), kini pengurus PERMAT telah mampu mengelola aset kelompok secara akuntabel. Harapannya, PERMAT akan menjadi organisasi mandiri yang peduli pada persoalan perempuan dan anak, serta LKP sebagai sumber pendanaan bagi kerja organisasi. Sayangnya, pemerintah Kabupaten Blora belum dapat mereplikasi konsep program dengan dukungan APBD untuk memperluas penerima manfaat. Akhirnya, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH) sebagai pengelola program harus berupaya keras meyakinkan pemerintah kabupaten, agar bersedia menerima tongkat estafet dari pemerintah provinsi. Melalui forum dialog multi pihak, LPPSLH telah memfasilitasi penyusunan strategi pengembangan wilayah di beberapa kecamatan miskin sekitar Randublatung.
Tahun anggaran 2014 sudah berjalan, tetapi kabar mengenai anggaran untuk replikasi program oleh pemerintah kabupaten belum selesai dibahas. Secara moral dan sumberdaya, apakah pemerintah kabupaten siap menerima tanggung jawab untuk mencerdaskan masyarakatnya, khususnya perempuan? Saya optimis, seandainya pemerintah kabupaten urung mengembangkan wilayah program, kelompok PERMAT di Desa Tlogotuwung tetap bergeliat. Rapat Anggota Tahunan (RAT) telah dilaksanakan selama dua tahun berturut-turut, merupakan bukti bahwa kelembagaan PERMAT telah siap untuk mengelola sumberdaya secara otonom pasca berakhirnya program 2014. Setidaknya LPPSLH telah berhasil mengelola program yang transformatif di desa terpencil seperti Tlogotuwung.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment