Kisah Air dan Panen Terakhir

Perempuan laksana air dalam tempayan kehidupan

Perempuan laksana air dalam tempayan kehidupan

Aku melihat hamparan sawah dari balik jendela yang digunakan ibuku untuk melihat dunia,

Parit kecil melingkar agung di pinggiran desa,

Airnya yang jernih berlari genit menembus bebatuan,

Kemarin, aku menatap senja bersama rindu ditengah hembusan angin di musim kemarau,

Kugenggam jeruji kayu dengan eratnya, menatap penuh keheranan,

Kemana perginya lalu-lalang anak manusia yang bertelanjang kaki?

Dimana gerangan tarian rerumput hijau disela tanaman padi milik petani?

Hamparan yang kulihat kini tak sama lagi,

Cerita panen raya dari ibuku sudah tak pernah kudengar,

Kaki telanjang itu tidak lagi kutemui,

Dan lalu-lalangnya pun berganti sunyi,

Apakah ini panen terakhir?

3 Komentar

  1. Yes, betapa para petani saat ini tidak PD lagi untuk mengakui dirinya petani…katanya petani beras, tapi malah beli beras. Bagaimana nasib pangan rakyat Indonesia kedepan???

  2. Nasib pangan kita tergantung berapa laju pertumbuhan penduduk selaras dengan laju ketersediaan pangan, distribusi pangan dan lebih penting lagi keamanan pangan kita…. makane sing okeh maeme yo di kurangi nggo anak jalanan sing podo kurang mangan… setuju brurr

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment