
lppslh.or.id – Pentingnya Hak Pendidikan Untuk Warga Penghayat Kepercayaan Dalam Mewujudkan Inklusi Sosial. Kearifan lokal yang tumbuh dan hidup pada masyarakat Brebes merupakan potensi unggul dalam membangun konsep Budaya dan mewujudkan Inklusi Sosial. Kearifan lokal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga prinsip ini mentradisi dan melekat kuat pada kehidupan masyarakat setempat. Meskipun ada perbedaan karakter dan intensitas hubungan sosial budayanya, tapi dalam jangka yang lama mereka terikat dalam persamaan visi dalam menciptakan kehidupan yang bermartabat dan kesejahteraan bersama. Dalam bingkai kearifan lokal ini, antar individu, antar kelompok masyarakat saling melengkapi,bersatu dan berinteraksi dengan memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku.
Pentingnya Hak Pendidikan Untuk Warga Penghayat Kepercayaan Dalam Mewujudkan Inklusi Sosial
Ruang lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya, karena kebijakan publik merupakan tindakan yang berbentuk keputusan atau aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan merupakan bagian dari keputusan politik untuk mengatasi berbagai persoalan dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarakat. Pada arti yang lain kebijakan publik juga merupakan keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan pilihan tindakan tertentu untuk tidak melakukan sesuatu maupun untuk melakukan tindakan tertentu. Pemerintah Kabupaten Brebes menyadari bahwa kearifan lokal memiliki kelebihan dalam beradaptasi dan bertahan dari gempuran modernisasi dan globalisasi, sesuai dengan nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan Bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Pentingnya Hak Pendidikan Untuk Warga Penghayat Kepercayaan Dalam Mewujudkan Inklusi Sosial. Selama ini masyarakat adat penghayat aliran kepercayaan sulit memperoleh Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan mencantumkan kepercayaan yang diyakini dalam kolom agama. Hal ini kemudian berimplikasi pada sulitnya mendapatkan akses layanan pendidikan dan kesehatan dari pemerintah. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat aduan-aduan perempuan adat penganut penghayat kepercayaan, yang menyebutkan karena tidak memiliki KTP, mereka tidak mendapat surat nikah, akta kelahiran anak, dan kesulitan mengakses layanan kesehatan dan bantuan ekonomi hingga pengurusan izin pemakaman. Mereka juga tidak dapat menikmati hak menjalankan keyakinan sesuai kepercayaannya, mendirikan rumah ibadah, dan memastikan pendidikan agama leluhur atau penghayat kepercayaan bagi anak-anak di sekolah.
Terlebih saat Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan permohonan uji materi terkait ketentuan pengosongan kolom agama di KTP dan KK dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh beberapa penganut kepercayaan. Ke depan, mereka bisa mencantumkan kepercayaan pada kolom agama di KTP dan KK. Demikian, putusan MK ini membantu menegakkan martabat manusia-manusia penganut agama leluhur dan menempatkan mereka sama di hadapan hukum.
Pentingnya Hak Pendidikan Untuk Warga Penghayat Kepercayaan Dalam Mewujudkan Inklusi Sosial. Karena selama ini penghayat kepercayaan sering dianggap kelas nomor dua. Padahal setiap kebudayaan di Indonesia memiliki unsur religi, hal inilah yang menjadi satu elemen mewujudkan inklusi sosial. Antropolog lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan penghayat kepercayaan adalah tuan rumah di Indonesia yang memiliki ekspresi ketuhanan berlandaskan kearifan lokal. Penghayat kepercayaan yang selama ini dibina oleh pemerintah adalah penghayat kepercayaan yang berbasis kebudayaan lokal, bukan aliran agama tertentu.
Peserta didik penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa akan mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan kepercayaan di sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 27 tahun 2016 tentang layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada satuan pendidikan. Di dalam peraturan tersebut, diatur tentang layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada perserta didik penghayat kepercayaan. Bahwa anak didik penghayat kepercayaan juga berhak menerima pendidikan keagamaan sesuai dengan keyakinannya. Namun, saat ini masih sedikit sekolah yang menyediakan layanan pendidikan untuk penghayat kepercayaan.
Dindikpora Kabupaten Brebes sudah memberikan ruang kepada anak penghayat kepercayaan, untuk mengakses pendidikan keagamaan sesuai dengan kepercayaan yang mereka yakini guna mewujudkan inklusi sosial. Karena sampai saat ini anak penghayat aliran kepercayaan masih banyak yang kesulitan mendapatkan akses pendidikan agama tersebut. Sebagian siswa penghayat dikabupaten Brebes sudah ada yang sudah bisa mengakomodasi kebutuhan pendidikan keagamaan bagi anak yang mengikuti kepercayaan orangtuanya, yakni aliran kepercayaan di luar agama resmi negara. Sejumlah polemik anak penghayat kepercayaan seperti Sapto Dharmo, yang belum mendapatkan mendapatkan hak pendidikan keagamaan sesuai dengan kepercayaan yang ia yakini untuk bisa mengikuti kegiatan mengakomodasi kebutuhan pendidikan keagamaan bagi anak yang mengikuti kepercayaan.







