Nasib Perempuan, Pengurus dan Penerus Kehidupan

Pemberdayaan Petani Perempuan

Tidak pernah ada kata cukup untuk membincang isu perempuan, mulai dari ranah domestik yang bersifat keseharian hingga pada hal-hal populer yang berkaitan dengan urusan publik. Perempuan lanjut usia menggendong kayu bakar, mencangkul ladang, menimba air, mencari rumput untuk pakan ternak, merupakan pemandangan sehari-hari di wilayah pedesaan. Tidak ada yang mengatakan semua aktivitas yang dilakukan oleh perempuan tersebut sebagai pelanggaran hak atau sebagai bentuk ketidakadilan. Mayoritas masyarakat di kultur pedesaan sepakat bahwa aktivitas yang dilakukan oleh perempuan di rumah tangga merupakan kodrat, pemberian dari Tuhan katanya.

Penyuluhan Tanaman Organik kepada para petani

Perempuan melakukan banyak aktivitas di sektor rumah tangga, termasuk juga mendidik anak dan merawat orang tua yang sakit, mereka sangat peduli dengan lingkungan sekitar dan ingin selalu memastikan bahwa kehidupan berjalan semestinya. Dalam dirinya selalu bertanya, apakah semua anggota keluarga cukup makan, apakah di tempayan tersedia cukup air, apakah kayu bakar tersedia selama musim penghujan, dan sebagainya. Sungguh luar biasa apa yang dikerjakan oleh perempuan sepanjang hari, tetapi siapa yang pernah memberi mereka penghargaan selain ungkapan terimakasih yang sekedarnya. Tidak ada yang bisa menjamin kepastian nasib mereka, tentang gagasan cerdas, tentang kesehatan dan kecukupan gizi, serta kebutuhan khusus perempuan yang menjadi hak mereka sebagai warga negara yang bermartabat. Semua tidak terdengar dan tenggelam dalam hiruk-pikuk kehidupan di pedesaan.

Selama beberapa dekade terakhir, anak perempuan pedesaan di tanah air mulai mengakses pendidikan menengah, sudah lazim, namun secara statistik rata-rata lama sekolah perempuan lebih rendah dari laki-laki. Belum lagi soal buta huruf, angka putus sekolah dan usia harapan hidup, statistik mengatakan bahwa kualitas hidup perempuan tidak lebih baik dari laki-laki. Lantas apa makna di balik statistik tersebut bagi keberlangsungan hidup perempuan sebagai warga negara? Asumsi saya mengatakan, bahwa perbedaan kualitas hidup perempuan dan laki-laki di berbagai aspek kehidupan merupakan dampak dari adanya ketimpangan relasi sosial di masyarakat. Selain itu, lemahnya akses dan kontrol perempuan terhadap sumberdaya semakin mempersulit perempuan untuk otonom.

Dari semua persoalan kehidupan yang dialami oleh perempuan, muncullah gerakan yang dipelopori oleh perempuan terdidik di kelas menengah untuk memperjuangkan nasib kaumnya. Mereka menyebutnya dengan gerakan feminisme, gerakan yang memperjuangkan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki di berbagai aspek kehidupan. Di Indonesia sendiri gerakan ini dimulai pada masa R.A. Kartini, meski kiprahnya sebagai gerakan feminis tidak cukup mendunia, tetapi inisiasi mendirikan sekolah perempuan merupakan perjuangan konkrit di sektor pendidikan. Perempuan memiliki hak yang sama untuk mengakses pendidikan seperti laki-laki. Perjuangan R.A. Kartini menjadi pematik bagi perjuangan perempuan pada masa-masa berikutnya di Indonesia.

Seiring perjalanan jaman, gerakan perempuan bukan hanya menuntut pembagian jam kerja yang adil dan persamaan upah, tetapi berkembang pada tuntutan hak reproduksi, hak identitas gender dan seksualitas, hak politik, memberikan suara dalam pemilu dan terlibat aktif di parlemen. Konon, keterlibatan perempuan dalam parlemen diyakini mampu memberikan perubahan pada nasib dan penyelesaian persoalan-persoalan khusus perempuan. Akan tetapi, keterwakilan perempuan di parlemen tanpa keberpihakan yang jelas tidak akan mampu melawan mind stream yang didorong oleh kaum mayoritas, yaitu laki-laki. Bahkan, keberpihakan yang jelas juga belum tentu bisa mempengaruhi kebijakan apabila kapasitas perempuan di parlemen belum cukup kuat. Pertanyaannya, kepada siapakah perempuan akan menitipkan perubahan nasibnya? Apakah keterlibatan perempuan di parlemen bisa menjamin perbaikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar perempuan? Ataukah perempuan harus turun ke jalan setiap tahun agar di dengar suaranya? Selamat Hari Perempuan Sedunia.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment