KEBIJAKAN PENGEMBANGAN IKM

Pelatihan PUK

Workshop bagi kelompok perempuan usaha kecil di Kab. Brebes

 

Guna meningkatkan peran IKM, beberapa upaya telah dilakukan oleh Pemerintah, yang diantaranya dapat dikelompokkan dalam beberapa langkah seperti: (1) mendorong pengembangan IKM yang berkompetensi teknologi;(2) penciptaan sistem dan iklim usaha yang kondusif, sekaligus menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pertumbuhan IKM secara sistematis, mandiri, dan berkelanjutan; (3) penciptaan sistem penjaminan secara finansial terhadap operasionalisasi kegiatan usaha ekonomi produktif yang dilakukan IKM; dan (4) penyediaan bantuan teknis dan pendampingan secara manajerial guna meningkatkan status IKM agar feasible sekaligus bankable dalam jangka panjang.

Sejauh ini kebijakan dan pelaksanaan penguatan pembiayaan bagi kelompok IKM telah dilakukan oleh berbagai instansi Pemerintah dan lembaga-lembaga keuangan lain, seperti lembaga perbankan. Sinergi antara Pemerintah dan Lembaga-Lembaga Keuangan—baik perbankan dan non perbankan itu—telah masuk pada aras pengembangan program pembiayaan IKM. Namun, pengembangan usaha IKM, melalui penguatan permodalan itu masih belum kokoh. Dari sisi atau aspek permodalan/ pembiayaan, Perbankan atau lembaga pembiayaan belum menyentuh IKM secara optimal. Walaupun sebagian besar usaha IKM tersebut tergolong layak (feasible) namun pada umumnya tidak bankable (tidak memenuhi syarat teknis perbankan untuk mendapatkan kredit). Akibatnya mereka sulit mendapatkan dana pinjaman dari Bank, walaupun sebetulnya mampu mencicil pinjaman tersebut jika diberi kesempatan. Karena kesulitan mendapatkan modal dari Bank, para pengusaha kelompok IKM kesulitan mengembangkan usahanya. Dampaknya, meski sudah menjalankan usaha mereka selama bertahun-tahun skala bisnis yang diupayakan tetap saja kecil.

Perpres 28/2008 menyebutkan bahwa pemberlakuan otonomi daerah sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk membangun daerahnya sesuai dengan potensi dan unggulan yang dimiliki. Agar pembangunan industri di daerah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif, maka diperlukan sinkronisasi arah pembangunan industri antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah baik di provinsi maupun kabupaten/ kota. Dalam konteks ini, pembangunan industri (termasuk di dalamnya IKM) di daerah dilakukan dengan pendekatan kompetensi inti industri daerah. Komoditi unggulan yang mempunyai nilai tambah tinggi dan menimbulkan efek pengganda (multiplier effect) akan didorong untuk menjadi kompetensi inti industri daerah, yang merupakan kumpulan terintegrasi dari serangkaian keahlian dan teknologi dalam rangka memproduksi komoditi unggulan yang merupakan akumulasi dari pembelajaran, yang akan didorong bagi keberhasilan bersaing usaha di daerah.

Langkah-langkah pengembangan industri berbasis daerah ini dilaksanakan mengingat kondisi tiap-tiap daerah seperti potensi ekonominya, tingkat kemajuan industri, budaya, ketersediaan prasarana, keterampilan tenaga kerja, kepadatan penduduk berbeda satu dengan yang lain sehingga suatu kebijakan industri yang cocok di satu daerah belum tentu cocok di daerah lain. Dalam rangka membangun kompetensi inti industri daerah untuk kabupaten/kota tersebut, Perpres 28/2008 telah mengamanatkan beberapa langkah. Satu diantaranya, yakni peningkatan efektivitas pengembangan IKM di sentra dengan pendekatan One Village One Product (OVOP).

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment