LPPSLH - Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup

Antara Diskriminasi, Intoleransi, Dan Kekerasan Berbasis Agama

Festival kearifan lokal saat ini sedang berlangsung di Kulon Progo Yogyakarta.

Antara  Diskriminasi, Intoleransi, Dan Kekerasan Berbasis Agama – Kepercayaan seseorang dalam memeluk agama adalah salah satu hal yang paling privasi bagi setiap orang. Jadi, seberapapun dekatnya kita dengan seseorang, kita tak bisa dan tak boleh memaksakan suatu kepercayaan kepada orang lain. Baik itu kepercayaan dalam pemikiran, prinsip hidup, terlebih lagi Agama. Namun sayangnya, kenyataan menunjukkan hal lain. Masih ada orang dan kelompok yang suka memaksakan kepercayaan mereka pada orang lain, khususnya dalam hal Agama, karena berpikir bahwa kepercayaan dan Agama mereka adalah yang paling benar. Maka tak heran jika akhirnya terjadi penindasan dan pelanggaran HAM yang mengatasnamakan Agama.

Dalam Program Peduli, kita mengambil contoh kasus Sapta Darma di Brebes. Sapta Darma adalah salah satu dari ratusan aliran kepercayaan yang telah diakui oleh negara dan tercatat di Kementerian Agama RI secara resmi. Namun sayang, penganutnya masih memperoleh diskriminasi serta perlakukan yang tidak manusiawi dari masyarakat sekitar, bahkan perangkat pemerintahan. Banyak orang awam beranggapan bahwa Sapta Darma adalah aliran sesat. Namun kita tahu bahwa.

Dalam Teori Identitas Sosial, seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam kehidupannya. Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari maupun tidak disadari. Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu secara sosial dapat didefinisikan (Verkuyten, 2005).

Tentu saja kondisi ini tidak dibiarkan begitu saja. Negara melalui koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menjalankan Program Peduli dengan melakukan pendekatan “Inklusi Sosial” sebagai usaha untuk memberdayakan masyarakat marjinal, meningkatkan kesejahteraan, dan memberantas kemiskinan. Program ini disandarkan pada asumsi bahwa pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan bagi masyarakat yang terpinggirkan memerlukan perubahan dalam struktur sosial yang akan membuka akses ke sumber daya dan kesempatan ekonomi.

Dalam kerangka Program Peduli itu pulalah, kantor Kementrian PMK bekerjasama dengan DFAT, TAF dan EO serta CSO di tingkat lokal melakukan kerja-kerja mengubah eklusivitas menjadi inklusifitas.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Informasi Lainnya