Perempuan Bicara tentang Anggaran

Analisa Anggaran Berperspektif Gender

Seorang aktivis yang kerap lalu lalang di kantor pemerintah bertutur pada saya, tentang hak informasi dan tanggung gugat anggaran yang dia kerjakan belakangan ini. Saya hanya bengong saja mendengarkan beberapa istilah asing, seperti Dana Perimbangan, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Silpa, Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

Pada tanggal 18 – 22 November 2013, melalui kegiatan TOT Analisis Dokumen Anggaran dan Kebijakan yang difasilitasi oleh ASPPUK Nasional, saya menjadi lebih mengenal tentang Anggaran Responsif Gender. Beberapa tahun lalu, Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluar Berencana (BP3AKB) Provinsi Jawa Tengah juga pernah menyelenggarakan kegiatan serupa. Terdapat sedikit perbedaan antara pelatihan yang diselenggarakan oleh ASPPUK dengan BP3AKB, baik dari segi metode maupun perspektif.
Dahulu saya mengenal Anggaran Responsif Gender (ARG) versi pemerintah yang lebih banyak bicara tentang output dan outcome secara kuantitatif, kemudian dikaitkan dengan kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Isu gender pun ditempelkan pada setiap kalimat dalam uraian kegiatan mereka, sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap keadilan dan kesetaraan gender. Tetapi jika ditelaah lebih lanjut, bentuk kegiatan dan alokasi anggaran yang responsif gender versi pemerintah, sama sekali jauh dari tujuan ARG.
Analisa Anggaran Berperspektif GenderSalah satu bentuk kegiatan yang saya analisis dari dokumen Dinas Pariwisata Kabupaten X, mengalokasikan ratusan juta rupiah per tahun hanya untuk pelatihan bagi pemandu wisata muda dan madya. Yang menarik perhatian saya, dalam target outcome yang mereka rumuskan hanya berbicara tentang “Meningkatnya 40% partisipasi pemandu wisata perempuan yang tersertifikasi dalam tahun anggaran berkenaan”. Yang menjadi lebih aneh lagi bagi saya, Kabupaten X bukan termasuk daerah yang punya potensi pariwisata.
Dalam kesempatan itu sebagai sesama peserta, saya dan kawan aktivis perempuan dari kabupaten lain secara kebetulan bertukar cerita. Menurut Leni, ada salah satu peserta dari SKPD Y tidak membawa dokumen anggaran, dengan alasan tidak diberi ijin oleh atasan. Pengalaman yang saya dapat dalam pelatihan ARG bersama puluhan SKPD tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 lalu, sungguh beragam. Dalam kegiatan pelatihan ARG tersebut, sebagian besar SDM hadir mewakili institusi merupakan staf biasa yang tidak memiliki kapasitas untuk mengambil kebijakan.
Padahal kita semua tahu, bicara soal anggaran bukan hanya bicara tentang proses penyusunan, pengesahan dan pelaksanaan, tapi juga terkait manfaat dan dampak bagi masyarakat sebagai subyek anggaran. Jika implementasi ARG hanya sekedar memenuhi kebijakan nasional tanpa dilandasi spirit atas pelayanan publik yang berpihak, maka mubah/sia-sia saja. Tidak semua pengurus publik memahami, bahwa pelayanan prima menjadi tanggung jawab mereka untuk dilaksanakan. Dalam konteks anggaran, pelayanan publik dan pemenuhan hak sipil haruslah berdampak secara nyata. Meski sudah diatur melalui UU dan berbagai Permen untuk melaksanakan anggaran yang responsif gender, faktanya para SKPD masih bekerja secara parsial. Terjadi tumpang-tindih program/kegiatan dalam satu kelompok sasaran sehingga sumberdaya yang dimiliki daerah tidak terdistribusi dengan baik. Jika sumberdaya tersedia, tetapi akses tidak terbuka secara merata, bagaimana kita akan bicara soal dampak dan manfaat bagi masyarakat?
ASPPUK Nasional melalui program Advokasi Anggaran Berperspektif Gender yang bekerjasama dengan Ford Foundation, mengajak NGO untuk menjadi bagian dari perubahan kebijakan yang berpihak pada ekonomi kerakyatan. Melalui program yang disupport oleh donor selama kurang lebih 24 bulan ini, LPPSLH bersama Jaringan Perempuan Usaha Kecil Kota Semarang (Jarpuksema) akan fokus mengawal kebijakan terkait UKM dan Koperasi. Meskipun tidak berlimpah sumberdaya, kebijakan Pemkot Semarang jelas tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Semarang Tahun 2005 – 2025. Isu penanggulangan kemiskinan yang komprehensif, harus terus dikawal oleh masyarakat melalui program ASPPUK Nasional ini.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.