LPPSLH - Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup

Gugus Belajar Perempuan Mandiri Tlogotuwung

Tampak anggota PERMAT menggunakan angkutan bak terbuka, saat akan mengikuti gugus belajar di Dusun Jliru

Tampak anggota PERMAT menggunakan angkutan bak terbuka, saat akan mengikuti gugus belajar di Dusun Jliru

Perempuan Mandiri Tlogotuwung (PERMAT) merupakan ruang belajar alternatif bagi masyarakat di Desa Tlogotuwung, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora. PERMAT diinisiasi oleh beberapa pegiat Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH) pada tahun 2011. Anggota PERMAT adalah perempuan petani dan penggembala sapi dari Dusun Jliru dan Tuwung.

Meski jarak dua dusun tersebut sekitar tujuh kilometer, namun semangat mereka mengubah kondisi desa, sangat menginspirasi banyak pihak. Terutama bagi perempuan tetangga desa di perbatasan Jawa Timur.

Desa Tlogotuwung yang berpenduduk sekitar 1.200 jiwa, secara geografis  berada dalam otoritas Kesatuan Pengelolaan Hutan Ngawi. Jika boleh memilih, mereka lebih nyaman menjadi bagian dari Pemerintah Jawa Timur. Mengapa?, karena untuk mengakses fasilitas publik seperti gedung sekolah, pasar, rumah sakit, kantor polisi, mereka lebih dekat di Ngawi daripada Blora. Itulah pengakuan Tutik, salah seorang kader PERMAT.

Hamparan Hutan Jati menjadi pemandangan mutlak yang kita jumpai selama kurang lebih 60 menit berkendara. Maklum, namanya juga desa hutan, tapi situasi ini praktis berubah, ketika musim penghujan tiba. Waktu tempuh akan menjadi 90 menit dengan sepeda motor, atau 120 menit dengan kendaraan roda empat. Hal ini belum termasuk risiko jatuh, macet, dan terjebak dalam kubangan lumpur di tengah Hutan Jati. Buruknya infrastruktur yang ada di Tlogotuwung menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat untuk beraktifitas. Anak-anak kurang antusias berangkat sekolah, motivasi orang tua melemah karena biaya pendidikan mahal.

Dua tahun berlalu, kepercayaan diri perempuan PERMAT mulai pulih. Balai desa semakin hangat oleh gagasan para perempuan petani dan penggembala sapi. Kebekuan masyarakat dua dusun di atas mencair dalam ruang dialektika. Kini masyarakat terbiasa mendiskusikan persoalan desa bersama Lurah dan perangkatnya. Hubungan antara masyarakat dan pemerintah desa bisa jadi membaik, namun tidak semua persoalan dapat terentaskan. PERMAT masih harus memperkuat kapasitas anggota, bukan hanya perempuan yang berjuang di garis depan, tetapi perjuangan butuh melibatkan seluruh elemen masyarakat Tlogotuwung.

 

1 Komentar

darto · November 19, 2012 pada 8:34 am

cukup menarik cerita di tlogotuwung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Informasi Lainnya