Start Up NFM Program From Global Fund – Hari ini, Senin 30 Januari 2017. LPPSLH dengan divisi khusus program Perkotaan seputar isu Penanggulangan HIV melakukan start up untuk programe New Funding Modality dari Global Fund. Start up in dilaksanakan di Sloky Bar Purwokerto. Acara ini dihadiri oleh seluruh tim SSR LPPSLH yang terdiri dari 4 kabupaten, meliputi Banyumas, Cilacap, Kebumen, dan Wonosobo. Termasuk juga kehadiran 17 Petugas Lapangan dan 4 Koordinator Lapangan dari tiap kabupaten.

Start Up Program NFM Dipimpin oleh Koordinator SSR LPPSLH, di Sloky Bar Purwokerto
LPPSLH sebagai Sub Sub Recipient Penanggulangan HIV yang mendapatkan dukungan pendanaan dari The Global Fund di tahun 2016-2017. Memiliki tanggung jawab sosial untuk turut serta dalam usaha-usaha penanggulangan dan pencegahan HIV-AIDS di Indonesia. Dalam program ini, Yayasan Spiritia bertindak sebagai PR bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan penjangkauan populasi kunci LSL, Waria dan Penasun.
Start Up NFM Program From Global Fund. Implementasi program Penanggulangan HIV dan AIDS dukungan The Global Fund saat ini telah memasuki awal dari periode semester ke tiga. Maka banyak pembelajaran yang telah diperoleh sebagai modal untuk menjawab tantangan program. Tantangan ini tentu bervariasi dari berbagai perspektif, mulai dari tingkat petugas lapangan, pelaksana program hingga mitra kerja.
Untuk, itu sebuah Start Up di tingkat SSR menjadi suatu hal sangat strategis, selain sebagai pengenalan dan pemantapan. Pembelajaran bersama, juga untuk memperkuat pelaksana program untuk menyongsong implementasi program di periode Tahun II (Januari – Desember 2017). Start Up ini dilaksanakan juga untuk menguatkan semua tim di SSR LPPSLH agar dapat berjalan dengan solid di masa depan.
Adapun latar belakang dari program Penanggulangan HIV ini karena di tahun 2012, Menurut UNAIDS, Indonesia adalah satu dari sembilan negara dengan tingkat HIV yang terus mengalami kenaikan, dengan infeksi baru mengalami kenaikan lebih dari 25% antara 2001 sampai 2011. Dengan pengecualian di provinsi Papua dan Papua Barat, dengan tingkat epidemi HIV yang rendah pada populasi umum (estimasi prevalensi dari populasi umum adalah sebesar 2.3% di tahun 2013) Indonesia terus menghadapi epidemi HIV terkonsentrasi yang terdiri dari beberapa epidemi yang saling berkaitan di komunitas “populasi kunci yang terdampak”. Konteks HIV di populasi kunci yang terdampak di Indonesia mencakup wanita pekerja seks beserta pelanggannya, Transgender (Waria) dan pasangannya, pengguna narkoba jarum suntik, lelaki yang melakukuan hubungan sex dengan lelaki (LSL) dan warga binaan.







