Bagaimana Kelanjutan Pemenuhan Hak Masyarakat Penghayat Dalam Mewujudkan Inklusi Sosial?

Sumber: https://www.google.co.id/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi76IO266LcAhWWUn0KHdVtCqwQjB16BAgBEAQ&url=https%3A%2F%2Fwww.youtube.com%2Fwatch%3Fv%3DXW85sa07Slc&psig=AOvVaw35vnsfcfgULZ3ZkL_l-89D&ust=1531803464693450

www.lppslh.or.id – Bagaimana Kelanjutan Pemenuhan Hak Masyarakat Penghayat Dalam Mewujudkan Inklusi Sosial?. Rangkaian workshop akhir program yang menjadi tanda penutupan Program Peduli Fase II tahun 2018 ini, LPPSLH dengan dukungan Program Peduli menyelenggarakan 2 acara workshop. Pertama adalah workshop akhir program di Brebes, yang kedua adalah di Banyumas.

Dalam rangkaian acara tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan mengenai keberlanjutan pencapaian program yang jelas tak akan berhenti begitu saja. Karena capaian-capaian tersebut merupakan sebuah tanda komitmen LPPSLH untuk mewujudkan Inklusi Sosial di Indonesia, terutama dalam pilar Korban diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan berbasis agama.

Berkenaan dengan hal itu, maka Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sepakat untuk menunggu juklak juknis eKTP dari pusat ke daerah akan menjalankan sesuai arahan pusat karena dindukcapil sifatnya vertical. Dalam pelayanan sudah tidak membedakan dan tidak melihat SARA, termasuk sudah menjalankan pernikahan untuk penghayat. Mereka juga bersepakat untuk bersama-sama melaksanakan juklak juknis adminduk.

Sedangkan dalam bidang pendidikan, seperti yang sudah dikoar-koarkan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga pun menyatakan bahwa mereka terbuka dan memfasilitasi kebutuhan penghayat. Bahkan mereka sudah melakukan sosialisasi kepada penghayat terkait implemnetasi  Permendikbud No. 27 tahun 2016, melakukan pendataan, melaksanakan pengajaran pendidikan untuk penghayat (alokasi waktu sama). Karena hingga saat ini dinas pendidikan belum mempunyai data yang rinci tentang semua siswa, dan juga belum mempunyai data tenaga penyuluh. Hal ini mereka lakukan agar pemerintah tidak memaksakan agama tertentu. Oleh karena itu penghayat perlu memberikan data terkait siswa, serta penghayat perlu memberikan data penyuluh penghayat.

Sedangkan pemerintah Kecamatan Brebes, desa juga masih belum mengetahui secara detail penghayat yang ada di desanya. Serta persoalan pemakaman tidak hanya dialami penghayat atau agama lain yang ternyata juga belum mempunyai pemakaman. Untuk itu, perlu memperkuat sosialisasi keberadaan penghayat di kecamatan dan desa, dengan adanya pendataan aset maka tanah bengkok mungkin bisa digunakan sebagai pemakaman. Dengan kata lain, perlu ada teknik pembagian pemanfaatan aset desa.

Banyak hal yang harus ditindaklanjuti untuk menuntaskan permasalahan seputar keberadaan penghayat kepercayaan, dan juga hak-hak mereka yang terabaikan sebagai masyarakat. Mari bersama wujudkan Inklusi Sosial di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.